Semangatt! Sukses! Mulia!

Berlari Tiada Henti Mengejar Mimpi, Berbudi Memberi Arti pada Illahi.

"Esok, Izinkan Rindu dengan Kemarin"

Monday, April 18, 2016

Awalnya, sama sekali tak berarti. Ketika itu embun cukup menjadi pendingin diantara kursi yang penat setelah berjam-jam sama sekali tak diajak bicara maupun bercerita. Sekalipun jemarimu tampak malu-malu untuk menggores bukumu dengan tinta. Aku tau hari itu ingin sekali kau tulis kisah pembuka dihalaman pertama putih-abu-abu. Aku mengerti kala itu perasaanmu berkecamuk dengan intuisimu untuk segera mensekresikan dopamine, agar lekas jiwamu beriak-riak.
Kemudian, cangkir-cangkir yang mulai menguap, mengajakmu, mengajakku untuk saling bertukar rasa, cerita, dan duka. Sering sekali kita penuhi meja-meja itu dengan obrolan bernutrisi. Tentang cita-cita muluk anak TK yang ingin terbang tinggi, ingin melampaui imajinasi. Lantas, kau mulai seruput rasa pertama menjadi teman. Kau meneruskan lagi hingga tiga, empat, bahkan sepuluh regukan persahabatan. Akhirnya kau selelesaikan dengan janji penutup bahwa kelak akan mengejar mimpi-mimpi.
Berteman denganmu tentu butuh konsekuensi. Terkadang waktu tak semanis manisan jawa, ataupun gula-gula yang sering dikonsumsi bocah lima tahunan. Adakalanya kita mesti beradu, berebut, bahkan saling hasut. Karena kau merasa paling hebat, begitupun aku yang tak mau sama sekali lemah. Tetapi, aku tau batinku, batinmu tak kuat menahan dentuman yang menjadi sekat untuk terikat. Kemudian lekas kita saling melepas peluk dan maaf.
Boleh jadi, kemarin kita terakhir berkomunikasi. Mungkin saja, besok sudah tak bersama lagi, tetapi jangan pernah lupa dengan hari ini. Selamat berjuang membuka lahan baru teman-teman :)






















Teruntuk malam yang sendu 
ketika cumulus bahkan stratus, berebut bersaksi atas 
ribuan sajak yang mengetuk kamarku, kamarmu. 
Sebentar lagi jarak akan menungguku, menunggumu. 
Maka, di tepi persimpangan, perempatan 
temui aku pada setiap akhir tanda. 
     Agar setiap saat dapat
kugambari papan dengan kerut rautmu. 
    Agar setiap malam menjadi melankolis 
    yang selalu berkirim orkestra pada denting semesta. 
Kelak, berjanjilah kan menabung pelangi 
pada setiap lembaran pagi. 
Semangat terus bermimpi, terus kejar cita, dan sampaikan pada asa.


Berhijrah Mengusung Cita dan Asa

Thursday, April 14, 2016

Tak terasa waktu seperti peluru, melesat, menembus gumpalan sendu, haru, rindu kemudian mendarat manis pada satu dua tawa dan tiga cita. Tiap hari aku selalu ingat, pagi-pagi sekali suka beradu dengan waktu untuk bertaruh siapa yang lebih dulu berlari. Waktu tak pernah berpaling dan tak sekalipung menengok untuk sekedar peduli dengan rutinitas. Iya, waktu terus membayangi dan mengikuti tiap benda yang kulihat, anyaman-anyaman emosi yang ku rajut dikala pagi menjadi energinya berlari. 
Kini waktu itu telah menjadi frame yang ku warnai hitam-putih agar tetap menjadi lukisan pagi dikala fajar belum memerah. Sebab, waktu telah banyak memberi arti dan mewarnai tiap lembaran kisah kain batik-hitam putih yang sekarang kulipat rapi-rapi dalam lemari. Kini pun waktu menjadi candi pada lembar bab sejarah. Agar nanti masih bisa kita tertawakan bers
ama ketika, mimpi telah bersaksi atas pelangi yang dulu kita tanam bersama dimuka pagi. 
Terimakasih Yayasan Pupuk Kaltim, 14 tahun telah membesarkan dan merawat kami menjadi insan, dan memberi kami definisi 'budi' yang tiap saat didentingkan setiap seremoni pagi. Meski sekarang tak lagi bertemu, jangan lupa untuk terus berkirim emoticon tiap subuh agar bisa terjalin memori diantara kita.

  


Selamat Pagi Pak, Selamat Pagi Bu!
Bersama lantunan doa yang mengalir dalam khusyu dan tawadhu’
Izinkan aku mengaduk Bismillah dengan Hamdalah
Untuk melepas rindu dan kaku
Pada  lembaran kisah yang sudah kau penuhi
Dengan qalam dan asa yang selalu didengungkan
Teriring doa melintasi senyum dan haru


Melihat engkau menjadi penerang
Dalam ringkih tubuh
Berlari berjuang dan kokoh tumbuh tinggi

Selamat Pagi Pak, Selamat Pagi Bu!
Bersama derap langkah satu dua lantas
Bersenandung pada Sembilan sepuluh cita
“Bermimpilah setinggi cakrawala
Berusahalah sekuat baja, berjanjilah, kelak
Kau akan mempersembahkan kejora
Yang berpijar abadi dalam sukma”
Kemudian engkau menutup doa
Dengan ruku’ dan sujud
Pada bentangan sajadah
Meski sekarang engkau berdiri sendiri
Sebab lima belas tahun usang tragedy suci menjawab panggilan illahi
Bagimu bukan halangan menunaikan titipan Tuhan


'Kampoeng Jawara'

Selamat Pagi Pak, Selamat Pagi Bu!
Aku masih ingin kau peluk dan kecup!
Meski sekarang aku tak seputih dulu
Noda dan nista menyelimuti tubuh
Tetapi engkau tegar enggan membalas
Partikel debu yang terlontar dari lisan
Engkau malah rela membanting tulang
Berjibaku dengan nasib tak menentu
Sambil mengucap salam mengantarku di depan pagar sekolah
           
            Selamat Pagi Pak, Selamat Pagi Bu!
Hari ini kutumpahkan gelora pada setiap deretan Ilmu
Kuminta restu setiap kisah yang dituturkan bapak ibu guru
Tentang seorang anak yang kelak menabung pelangi
Kemudian engkau mendekap sikut, pergelangan tanganku, tubuhku
Sehingga mereka tak perlu cengeng minta reparasi.

           Selamat Pagi Pak, Selamat Pagi Bu!
Ingin kupersembahkan orchestra melankolis untukmu
Sebab sebentar lagi bentangan jarak menungguku, menunggumu
Dalam pertigaan, perempatan, harapan dan masa depan
Aku berdoa lekat-lekat pada Tuhan
Semoga kelak masih dipertemukan denganmu
Agar kisah itu menjadi candradimuka pada bab sejarah
Menjadi neuron pada system saraf, dan penutup melodi dalam simfoni.

Dalam simpuh kebersamaan ini,

Terimalah peluk dan sujudku.















Cerita Dari Rimba Jaya

Saturday, February 18, 2012


Percobaan ngepost puisi, maaf puisi ini belum bisa bagus, tapi mudah-mudahan bisa membuat inspirasi bagi pembacanya.. Silahkan dibaca :)

Hari ini matahari kembali dengan senyum hangatnya

Ditemani dengan kicauan merpati
Sementara pohon melambai-lambaikan tangannya
Dan mawar tengah menari                      
Meramaikan suasana di Rimba Jaya

Sang rusa tengah meminum air kolam bersama anaknya
Anaknya kini telah tangguh dan dewasa
Sementara ibunya renta termakan usia
Tetapi tetap setia menyayangi anaknya



Tanpa tersadar
Detak langkah kaki mendekati sang rusa
Tapi rusa tak menyadari
Karena telah asyik bermain dengan buah hatinya
Sang pemburu telah siap dengan senapannya
Diayunkan dibidik sang rusa
Dan ditarik pelan-pelan pelornya
Duarr..

Peluru mengenai kaki sang induk rusa
Rusa tergeletak terjatuh ke tanah
Ia mencoba bangun namun kembali terjatuh
Suasana rimba jaya sejenak hening
Pemburu merasa tak puas
Karena gagal melesatkan peluru ke tubuh rusa
Diayunkannya lagi senjatanya
Namun yang dibidik anaknya
Kembali ditarik pelor yang kedua kalinya
Duarr..

Sang induk dan anaknya terjatuh menghantam tanah
Pemburu ternganga melihat
Sang induk tengah mendekap anaknya
 Peluru mengenai sang induk
Peemburu terharu iba menitikkan air mata
Sebelum mati rusa berpesan kepada pemburu
Agar menjaga, merawat, melindungi anaknya
Pemburu merasa menyesal telah membunuh sang rusa
Dan berjanji tak kan memburu dan membunuh rusa lagi.